tempatnya orang gila

Selasa, 25 Oktober 2011

degradasi mineral silikat menjadi tanah


1.LATAR BELAKANG
1.1  Definisi Agrogeologi
Ilmu geologi tidak dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu yang berhubungan secara langsung dengan bumi. Geologi mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan bumi, seperti batuan, kegempaan, gunungapi, geologi teknik. Bagi ilmu pertanian, mengenal bebatuan dan mineral merupakan basis untuk memahami lebih lanjut tentang tanah dan proses pembentukannya.
Eksploitasi mineral telah dimulai ribuan tahun yang lalu, pertambangan barangkali merupakan profesi tertua. Manusia menggunakan mineral awalnya untuk zat pewarna, dan batuan untuk penghalusan dan pemotong. Pada batuan silikat terdapat lebih dari 100 jenis mineral dan unsur-unsur jarang yang berguna untuk semua jenis kehidupan dan membentukan kesuburan                                  tanah (Manning, 1995).
            Agrogeologi adalah kajian geologi yang bermanfaat bagi perkembangbiakan tumbuhan, seperti mineral-mineral yang mengandung nitrogen, karbon, fosfor, potasium, belerang, kalsium, magnesium, boron, zeolit, dan perlit dan terkait dengan proses pembentukan dan perkembangan tanah untuk pertanian (Van Straaten, 1999).
Dalam kajian yang lebih luas lagi, ilmu geologi untuk bidang pertanian dapat bermamfaat banyak, seperti dalam penentuan jenis kimia tanah( PH tanah, jenis tanah, dan kandungan kimia tanah), sehingga mempelajari agrogeologi untuk kajian pertanian merupakan hal yang cukup penting.
1.2  Mineralogi tanah
Suatu mineral dapat didefinisikan sebagai suatu ikatan kimia padat yang terbentuk secara alamiah dan termasuk di dalamnya materi geologi padat yang menjadi penyusun terkecil dari batuan (Klein & Hurlbut, 1993). Nickel (1995, dalam Hibbard, 2002) mendefinisikan mineral sebagai suatu unsure atau senyawa kimia yang biasanya berbentuk kristal dan merupakan hasil dari proses-proses geologi. Pemakaian kata .biasanya. memberikan _eksibilitas dalam definisi dan mengijinkan klasifikasi beberapa substansi amorf atau paraamorf sebagai mineral. Meskipun sebagian besar mineral adalah anorganik, kristal-kristal organik yang terbentuk dari material organik pada lingkungan geologi juga dapat dikelompokkan sebagai mineral (Nickel, 1996 dalam Hibbard, 2002).
Tanah yang merupakan lapisan paling atas bumi (penutup daratan), sebagian besar bahan asalnya adalah batuan yang tersusun oleh mineral. Mineral yang paling banyak menyusun batuan di kerak bumi adalah mineral primer atau disebut mineral pembentuk batuan. Mineral-mineral ini terdiri dari mineral yang termasuk dalam grup silikat, yang mempunyai satuan dasar yang sama yaitu silikat tetrahedron, tetapi berbeda pada pola penyusunan satuan dasar tesebut (struktur). Perbedaan struktur ini yang menyebabkan perbedaan rumus dan komposisi kimia, ikatan kimia dan ketahanan terhadap pelapukan. Dari pengukuran pH abrasi mineral silikat kecuali kuarsa, menunjukkan nilai pH di atas 7,0. Hal ini sangat mungkin bahwa mineral silikat ini berwatak seperti senyawa basa (konsep Arhenius).
Nutrisi bukan-mineral meliputi hidrogen (H), oksigen (O), dan karbon (C). Nutrisi ini dapat ditemukan baik di udara maupun di dalam air. Dalam proses fotosintesis, tanaman menggunakan energi matahari untuk merubah karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi .starches. dan gula. Keduanya merupakan makanan tanaman.
Nutrisi mineral terdiri atas 13 mineral, yang berasal dari tanah dalam bentuk larutan. Biasanya ketersediaan nutrisi ini pada tanah tidak selalu lengkap. Petani biasanya menambahkannya dengan memberikan pupuk buatan. Berdasarkan tingkat kebutuhan tanaman, nutrisi ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu nutrisi makro (macronutrients) dan nutrisi mikro (micronutrients).
1.3  Mineral
Mineral adalah zat atau benda yang biasanya padat dan homogen dan hasil bentukan alam yang memiliki sifat-sifat _sik dan kimia tertentu serta umumnya berbentuk kristalin. Meskipun demikian ada beberapa bahan yang terjadi karena penguraian atau perubahan sisa-sisa tumbuhan dan hewan secara alamiah juga digolongkan ke dalam mineral, seperti batubara, minyak bumi, tanah diatome.
Mineral dapat kita definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atom-atom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis. Mineral dapat kita jumpai dimana-mana disekitar kita, dapat berwujud sebagai batuan, tanah, atau pasir yang diendapkan pada dasar sungai. Beberapa daripada mineral tersebut dapat mempunyai nilai ekonomis karena didapatkan dalam jumlah yang besar, sehingga memungkinkan untuk ditambang seperti emas dan perak.
Mineral, kecuali beberapa jenis, memiliki sifat, bentuk tertentu dalam keadaan padatnya, sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya. Apabila kondisinya memungkinkan, mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang rata, dan diasumsikan sebagai bentuk-bentuk yang teratur yang dikenal sebagai “kristal”. Dengan demikian, kristal secara umum dapat di-definisikan sebagai bahan padat yang homogen yang memiliki pola internal susunan tiga dimensi yang teratur. Studi yang khusus mempelajari sifat-sifat, bentuk susunan dan cara-cara terjadinya bahan padat tersebut dinamakan kristalografi.
Pengetahuan tentang “mineral” merupakan syarat mutlak untuk dapat mempelajari bagian yang padat dari Bumi ini, yang terdiri dari batuan. Bagian luar yang padat dari Bumi ini disebut litosfir, yang berarti selaput yang terdiri dari batuan, dengan mengambil “lithos” dari bahasa latin yang berarti batu, dan “sphere” yang berarti selaput. Tidak kurang dari 2000 jenis mineral yang kita ketahui sekarang. Beberapa daripadanya merupakan benda padat dengan ikatan unsur yang sederhana. Contohnya adalah mineral intan yang hanya terdiri dari satu jenis unsur saja yaitu “Karbon”. Garam dapur yang disebut mineral halit, terdiri dari senyawa dua unsur “Natrium” dan “Chlorit” dengan simbol NaCl. Setiap mineral mempunyai susunan unsur-unsur yang tetap dengan perbandingan tertentu. Studi yang mempelajari segala sesuatunya tentang mineral disebut “Mineralogi”, didalamnya juga mencakup pengetahuan tentang “Kristal”, yang merupakan unsur utama dalam susunan mineral. Pengetahuan dan pengenalan mineral secara benar sebaiknya dikuasai terlebih dahulu sebelum mempelajari dasar-dasar geologi atau “Geologi Fisik”, dimana batuan, yang terdiri dari mineral, merupakan topik utama yang akan dibahas. Diatas telah dijelaskan bahwa salah satu syarat utama untuk dapat mengenal jenis-jenis batuan sebagai bahan yang membentuk litosfir ini, adalah dengan cara mengenal mineral-mineral yang membentuk batuan tersebut. Dengan anggapan bahwa pengguna buku ini telah mengenal dan memahami “mineralogi”, maka untuk selanjutnya akan diulas secara garis besar tentang mineral sebagai penyegaran saja.
Sifat Fisik Mineral
Terdapat dua cara untuk dapat mengenal suatu mineral, yang pertama adalah dengan cara mengenal sifat fisiknya. Yang termasuk dalam sifat fisik mineral adalah (1) bentuk kristalnya, (2) berat jenis, (3) bidang belah, (4) warna, (5) kekerasan, (6) goresan, dan (7) kilap. Adapun cara yang kedua adalah melalui analisa kimiawi atau analisa difraksi sinar X, cara ini pada umumnya sangat mahal dan memakan waktu yang lama.
1.4              Batuan
Pengetahuan atau Ilmu Geologi didasarkan kepada studi terhadap batuan. Diawali dengan mengetahui bagaimana batuan itu terbentuk, terubah, kemudian bagaimana hingga batuan itu sekarang menempati bagian dari pegunungan, dataran-dataran di benua hingga didalam cekungan dibawah permukaan laut. Kemanapun anda menoleh, maka anda selalu akan bertemu dengan benda yang dinamakan batu atau batuan. Sebut saja kerakal di halaman rumah, kemudian di jalan yang landasannya atau bagian tepinya dibuat dari batu. Di dasar atau tebing sungai, bahkan menengok bagian dari rumah anda mungkin sebagian besar terbuat dari batu. Batu atau batuan yang anda lihat dimana-mana itu, ada yang sama warna dan jenisnya, tetapi juga banyak yang berbeda. Tidak mengherankan apabila batuan merupakan bagian utama dari Bumi kita ini.
Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung dengan dekat maka banyak hal-hal yang dapat pula kita ketahui dengan cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa daratan tersusun oleh beberapa jenis batuan yang berbeda satu sama lain. Dari jenisnya batuan-batuan tersebut dapat digolongkan menjadi 3 jenis golongan. Mereka adalah : batuan beku (igneous rocks), batuan sediment (sedimentary rocks), dan batuan metamorfosa/malihan (metamorphic rocks). Batuan-batuan tersebut berbeda-beda materi penyusunnya dan berbeda pula proses terbentuknya.
Dari sejarah pembentukan Bumi, diperoleh gambaran bahwa pada awalnya seluruh bagian luar dari Bumi ini terdiri dari batuan beku. Dengan perjalanan waktu serta perubahan keadaan, maka terjadilah perubahan-perubahan yang disertai dengan pembentukan kelompok-kelompok batuan yang lainnya. Proses perubahan dari satu kelompok batuan ke kelompok lainnya, merupakan suatu siklus yang dinamakan “daur batuan.
Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan keterdapatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan sedimen merupakan menyusun permukaan bumi yang paling luas penyebarannya secara horisontal. Penyebaran batuan metamorf tidak seluas batuan beku dan sedimen. Hal ini disebabkan karena batuan ini terbentuk jauh di bawah permukaan bumi dan hanya berhubungan dengan proses tektovulkanisme.
Batuan terbentuk dalam berbagai kondisi pembentukan. Lingkungan pembentukan batuan dipengaruhi oleh pH, komposisi magma asal (batuan beku), komposisi batuan asal (sedimen dan metamorf), temperatur pembentukan, proses dekomposisi (rekristalisasi, lithifikasi), tekanan, dan waktu. Pembentukan dan keterdapatannya di permukaan bumi memerlukan berbagai proses geologi. Batuan beku memerlukan proses tektovulkanisme, batuan sedimen proses sedimentasi dan tektonik, batuan metamorf proses pembebanan dan tektonik. Tekstur dan komposisi mineral batuan beku pada suatu daerah, dapat sama dan dapat berbeda, tergantung dari temperatur, larutan kimia (fluida), konsentrasi, komposisi host rock dan waktu pembentukannya (Browne 1991, diacu dalam Corbett dan Leach 1996).
1.5  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kajian ilmu geologi dalam lingkup pertanian
2.      Mampu mengetahui klasifikasi dan komposisi serta degradasi dari mineral silikat.
3.      Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah AGROGEOLOGI dan MINERALOGI TANAH
4.      Menjadi bahan informasi bagi mahasiswa dan pembaca lainnya.



















2.  MINERAL SILIKAT (Klasifikasi dan Komposisi)
Mineral silikat membentuk kelompok terbesar dan terpenting dari mineral pembentuk batuan, serta terdiri dari sekitar 90 persen kerak Bumi. Batuan ini dikelompokkan berdasarkan struktur kelompok silikatnya. Semua mineral silikat berisi silikon dan oksigen.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/35/Chrysocolla.jpg/200px-Chrysocolla.jpg







Contoh mineral silikat

Silika merupakan penyusun utama kerak bumi (Holmes 1964). Kombinasi silika dengan unsur yang lain membentuk mineral golongan silikat. Mineral golongan silikat dikelompokkan berdasarkan perbandingan unsur silikon dan oksigen. Mineral silikat terbagi dua jenis, yaitu mineral silikat primer dan mineral silikat sekunder (Loughnan 1969). Mineral silikat primer adalah mineral silikat yang terbentuk dari hasil pembekuan magma, contohnya grup mineral piroksin, sedangkan mineral silikat sekunder terbentuk dari hasil pelapukan batuan atau dari hasil ubahan mineral primer, contohnya grup mineral liat (clay)
Menurut Loughnan (1969), dalam struktur silikat, oksigen merupakan anion yang paling penting. Ikatan antara kation dan oksigen meningkat sesuai dengan jarak (radius) kation – oksigen, semakin kecil jarak radius kation dan oksigen maka ikatan mineralnya akan semakin kuat.
Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan. Silikat pembentuk batuan yang umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium.
Berikut adalah Mineral Silikat:
Kuarsa: ( SiO)
Felspar Alkali: ( KAlSiO)
Felspar Plagiklas: (Ca,Na)AlSiO)
Mika Muskovit: (KAl(SiAlO)(OH,F)
Mika Biotit: K(Mg,Fe)SiO(OH)
Amfibol: (Na,Ca)(Mg,Fe,Al)(Si,Al)O(OH)
Pyroksen: (Mg,Fe,Ca,Na)(Mg,Fe,Al)SiO
Olivin: (Mg,Fe)SiO
Nomor 1 sampai 4 adalah mineral non-ferromagnesium dan 5 hingga 8 adalah mineral ferromagnesium.

Tabel 1.1 Kelompok Mineral Silikat

Tabel 3.2 Kelompok Mineral Silikat MINERAL
RUMUS KIMIA
Olivine
(Mg,Fe)2SiO4
Pyroxene
(Mg,Fe)SiO3
Amphibole
(Ca2Mg5)Si8O22(OH)2
Mica
Muscovite
KAl3Si3O10(OH)2
Biotite
K(Mg,Fe)3Si3O10(OH)2
Feldspar
Orthoclase
K Al Si3 O8
Plagioclase
(Ca,Na)AlSi3O8
Quartz
SiO2





Kelompok mineral silikat dibagi lagi menjadi 11 kelompok, yaitu:

(1) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mineral Liat:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat lempeng kelompok mineral liat adalah:
(1.1) Mineral Liat Kaolinit {Si4Al4O10(OH)4}
(1.2) Mineral Liat Vermikulit {AlMg5(OH)12(Al2Si6)}
(1.3) Mineral Liat Klorit {AlMg5O20(OH)4}
(1.4) Mineral Liat Montmorillonit
(2) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mika:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat lempeng kelompok mika adalah:
(2.1) Mineral Muskovit {K2Al2Si6Al4O20(OH)4}
(2.2) Mineral Biotit {K2Al2Si6(Fe++,Mg)6.O20(OH)4}
(3) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Serpentin:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat lempeng kelompok serpentin adalah:
(3.1) Mineral Serpentin {Mg3Si2O5(OH)4}
(4) Struktur Kristal Silikat Kerangka Feldsfar:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kerangka feldsfar adalah:
(4.1) Mineral Alkali Feldsfar {(Na,K)2O.Al2O3.6SiO2}
(4.2) Mineral Plagioklas (Na2O.Al2O3.6SiO2)
(5) Struktur Kristal Silikat Rantai Kelompok Piroksin:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat rantai kelompok piroksin adalah:
(5.1) Mineral Enstatit (MgO.SiO2)
(5.2) Mineral Hipersten {(Mg,Fe)O.SiO2}
(5.3) Mineral Diopsit (CaO.MgO.2SiO2)
(5.4) Mineral Augit {CaO.2(Mg,Fe)O.(Al,Fe)2O3.3SiO2}
(6) Struktur Kristal Silikat Rantai Kelompok Amfibol:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat rantai kelompok amfibol adalah:
(6.1) Mineral Hornblende {Ca3Na2(Mg,Fe)8(Al.Fe)4.Si14O44(OH)4}
(6.2) Mineral Termolit {2CaO.5(Mg,Fe)O.8SiO2.H2O}
(7) Struktur Kristal Silikat Kelompok Olivin:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kelompok olivin adalah:
(7.1) Mineral Olivin {2(Mg,Fe)O.SiO2}
(7.2) Mineral Titanit (CaO.SiO2.TiO2)
(7.3) Mineral Tormalin (Na2O.8FeO.8Al2O3.4B2O3.16SiO2.5H2O)
(7.4) Mineral Sirkon (ZrO2.SiO2)
(8) Struktur Kristal Silikat Kelompok Garnet:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kelompok garnet adalah:
(8.1) Mineral Almandit (Fe3Al2Si3O12)
(9) Struktur Kristal Silikat Kelompok Epidol:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kelompok epidol adalah:
(9.1) Mineral Soisit (4CaO.3Al2O3.6SiO2.H2O)
(9.2) Mineral Klinosoisit (4CaO.3Al2O3.6SiO2.H2O)
(9.3) Mineral Epidot (4CaO.3(Al,Fe)2º3.6SiO2.H2O)
(10) Struktur Kristal Silikat Orto dan Cincin:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat orto dan cincin adalah:
(10.1) Mineral Klanit (Al2O3.SiO2)
(10.2) Mineral Silimanit (Al2O3.SiO2)
(11) Struktur Kristal Silikat:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat adalah:
(11.1) Mineral Andalusit (Al2O3.SiO2)







3. DEGARADASI MINERAL SILIKAT
Degradasi adalah istilah geologi yang menggambarkan tentang perubahan permukaan bumi karena terjadi penyingkiran bahan (mineral batuan) oleh proses fisika, kimiawi, dan biologi. Proses ini termasuk dalam proses eksogenik yang terdiri dari sub-proses pelapukan, erosi dan pergerakan masa. Ketiga subproses itu mempunyai peran penting dalam keberadaan tanah. Pelapukan berperan menye-diakan bahan mentah tanah. Erosi berpengaruh dominan menghilangkan tanah yang sudah terbentuk, dan pergerakan massa dapat menjalankan fungsi keduanya.
Tanah yang merupakan lapisan paling atas bumi (penutup daratan), sebagian besar bahan asalnya adalah batuan yang tersusun oleh mineral. Mineral yang paling banyak menyusun batuan di kerak bumi adalah mineral primer atau disebut mineral pembentuk batuan. Mineral-mineral ini terdiri dari mineral yang termasuk dalam grup silikat, yang mempunyai satuan dasar yang sama yaitu silikat tetrahedron, tetapi berbeda pada pola penyusunan satuan dasar tesebut (struktur). Perbedaan struktur ini yang menyebabkan perbedaan rumus dan komposisi kimia, ikatan kimia dan ketahanan terhadap pelapukan. Dari pengukuran pH abrasi mineral silikat kecuali kuarsa, menunjukkan nilai pH di atas 7,0. Hal ini sangat mungkin bahwa mineral silikat ini berwatak seperti senyawa basa (konsep Arhenius).
Asam-asam organik, merupakan bagian dari bahan organik, adalah hasil kegiatan jasad hidup baik yang terdapat di dalam maupun di permukaan batuan. Senyawa ini umumnya merupakan hasil buangan (sekresi, eksudat) atau pun rombakan. Asam-asam ini, seperti asam anorganik umumnya karena pada gugus fungsionalnya dapat mengalami disosiasi yang melepasakan proton (H+) dan proton ini dapat menyerang mineral batuan. Selain itu sisa asamnya (anion organik) dapat membentuk senyawa kompleks dengan kation-kation pada tepi mineral atau kation yang terlepas dari mineral. Dengan demikian asam-asam ini nyata berperan dalam pelapukan kimia.
Pelapukan kimia di alam ini hanya dapat berlangsung apabila ada air, namun adanya asam-asam pelapukan tersebut dipercepat. Peran asam anorganik ataukah asam organik yang mempercepat pelapukan mineral merupakan pertanyaan yang sulit dijawab. Namun, dari kenyataan tanah atau batuan yang paling atas merupa-kan lingkungan biologi (biosfer) yang sangat padat, maka diperkirakan dengan kuat asam organik lebih besar peranannya dalam pelapukan dari pada asam-asam anorganik. Selain itu ada bukti bahwa konsentrasi asam organik di dalam tanah antara 0,01-5,0 mol/m3 (Sposito, 1994).
Pengaruh asam-asam organik dalam degradasi mineral batuan berupa reaksi pelarutan. Proses pelarutan ini sebenarnya adalah reaksi terbaginya zat padat, mineral, ke dalam air atau larutan asam organik. Reaksi kimia yang utama pada pelarutan adalah hidrolisis, kemudian hidrolisis yang dipacu dengan adanya asam yaitu asidolisis dan kompleksolisis. Reaksi asidolisis lebih menekankan pada peran ion H+ yang berasal dari pemprotonan asam dan kompleksolisis menekankan peran sisa asam atau anion organik.
Berdasarkan pada mineral silikat sebagai bahan asal tanah yang mempunyai struktur berbeda, berwatak sebagai senyawa basa, jumlah dan kemampuan asam-asam organik di permukaan bumi, maka permasalahan yang akan dibahas adalah tentang pelarutan mineral batuan oleh asam-asam organic.
Berdasarkan pola penyusunan satuan dasar tetrahedron-SiO4, tersebut, mineral silikat digolongkan menjadi enam grup, tetapi grup silikat yang penting yang erat kaitannya dengan tanah ada empat grup silikat, yaitu orthosilikat (nesosilikat), inosilikat (tunggal dan ganda), filosilikat dan tektosilikat (Tabel 1).
Pelapukan dan genesis tanah menyebabkan batuan lapuk, mineral yang terdapat dalam batuan hancur. Hancurnya mineral tersebut membentuk zarah yang ukurannya beragam, mulai dari ukuran pasir (2,00-0,05mm), debu (0,05-0,002 mm), sampai lempung (<0,002 mm). Umumnya mineral pada fraksi pasir dan debu didominasi oleh grup orthosilikat, inosilikat dan tektosilikat, sedangkan pada fraksi lempung (clay), yang didominasi oleh grup filosilikat. Namun, tidak selamanya demikian, karena pada fraksi pasir terdapat juga grup filosilikat, dan juga pada fraksi lempung ditemukan Feldspar yang tektosilikat. Pola susunan antar satuan tetrahedron (kerangka) ini yang menyebabkan perbedaan ketahanan terhadap pelarutan. Selain itu, ketahanan mineral terhadap pelarutan juga ditentukan oleh ikatan antar kerangka. Ikatan antar satuan dan antar kerangka dapat dicerminkan dari energi pembentukan, dan untuk melihat ketahanannya secara kasar dapat mengukur pH abrasinya.
Grup orthosilikat (nesosilikat), satuan tetrahedron-SiO4 pada keadaan bebas, sehingga dalam satu satuan sel (cel unit) terdiri dari satu satuan tetrahedron-SiO4 yang terdapat empat muatan negatip di keempat ujungnya, [SiO4]4-. Dalam grup mineral ini satuan tetrahedron-SiO4 tersebut saling bergabung dengan membentuk polimer, karena satuan itu bermuatan sejenis (negatif), maka untuk membentuk polimer membutuhkan penghubung. Penghubung ini mestinya unsur yang bermuatan positip lebih dari satu, serta ukuran diameternya tepat atau sesuai dengan ruangan antar satuan tetrahedron-SiO4.
Umumnya unsur penghubung ini adalah logam Mg dan atau Fe. Contoh mineral pada grup ini adalah Fayalit (Mg2SiO4 ) dan Fosterit (Fe2SiO4). Susunan antar satuan tetrahedron-SiO4 pada grup ini adalah susunan yang sangat rapat, sehingga menyebabkan grup silikat ini mempunyai berat jenis yang tinggi di antara grup silikat. Pada grup ini tidak terjadi penggantian isomorfis (PI) atom Si oleh Al, sehingga kekuatan ikatan antar satuan tetrahedron-SiO4 hanya ditentukan oleh ikatan O-Fe-O dan O-Mg-O. Energi pembentukan polimer orthosilikat ini sebesar 78.550 kgcal/mole (Paton, 1978). Grup mineral ini mempunyai pH abrasi 10-11 (Birkeland, 1974) dan kekerasan menurut sekala Mohs adalah 7 (Best, 1982).
Grup inosilikat tunggal, satuan tetrahedron-SiO4 membentuk rantai tunggal dengan cara membuat hubungan antar satuan dasarnya melalui dua oksigen bersama yang sebidang pada setiap satuan tetrahedron-SiO4.
Pelarutan adalah proses terbaginya suatu zat secara halus ke dalam zat lain. Umumnya zat yang terbagi secara halus adalah zat padat dan zat lain berupa air. Hasilnya adalah larutan yang di dalamnya terdapat butiran dan butiran tersebut tidak kelihatan, dapat melalui kertas saring maupun membran, sehingga dalam larutan hanya ada satu fase. Dengan demikian pelarutan adalah peristiwa yang berlangsung pada permukaan zat padat. Oleh sebab itu, ukuran zat padat sangat menentukan pelarutan. Makin halus butir zat padat makin luas permukaan dan makin cepat pelarutannya. Proses pelarutan dimulai dari menempelkan salah satu dwikuktub air pada kation dalam jaringan kristal mineral hingga kation terlepas dari permukaan kristal dan masuk ke dalam air sebagai larutan. Proses ini diyakini disebabkan oleh peran ion H dan OH yang berasal dari disosiasi air (reaksi 1). Ion H dapat dihasilkan dari disosiasi asam-asam organik
H2O H+ + OH- ( 3 )
HOOC-COOH HOOC-COO- + H+ (3a)
HOOC-COOH -OOC-COO- + H+ (3b)
Ion H ini karena ukurannya yang kecil (r=0,3A) dan potensial ionnya (q/r) yang besar dapat masuk ke dalam kisi-kisi kristal dan mampu menggantikan kedudukan kation penyeimbang yang ada di dalam kristal. Reaksi ini dikenal sebagai hidrolisis. Ion OH ini mempunyai ukuran yang sama dengan atom oksigen, sehingga ion ini mudah menggantikan kedudukan atom O dalam mineral. Akibatnya kesetimbangan mineral terganggu dan mineral mudah lapuk. Namun, karena di permukaan bumi air banyak bersitindak dengan biosfer, dan antroposfer, maka pada umumnya air banyak bercampur dengan asam-asam organik. Adanya asam organik ini misalnya asam oksalat, asam sitrat dan senyawa fenolat reaksi hidrolisis tersebut dipercepat dengan adanya ion H yang berasal dari disosiasi asam, reaksi tersebut adalah asidolisis. Selain menghidrolisis senyawa ini melalui anionnya, COO-, juga dapat membentuk ikatan kompleks dengan logam penghu-bung kerangka mineral, misalnya Fe, Al, Ca, dan Mg, dan akibatnya melepaskannya dari jaringan kristal, dan terbentuklah senyawa kompleks.
Apabila air atau air yang mengandung asam dengan mineral silikat dan atau aluminosilikat bercampur maka terjadi reaksi umumnya sebagai berikut :
Silikat + H2O + H2CO3                                   Kation + OH- + HCO3- + H4SiO4 (4)
Aluminisilikat + H2O + H2CO3                                  lempung + kation + OH- + HCO3- + H4SiO4 (5)
Maka hasil utamanya kedua reaksi itu adalah kation, dan hasil sampingannya adalah: H4SiO4, HCO3-, lempung, dan OH-.
Kation-kation yang terlepas mungkin ada dalam larutan tanah, masuk dalam kisi-kisi mineral lempung atau terjerap oleh permukaan partikel koloid. Bagaimana terjadinya hidrolisis pada keempat grup silikat, Frederickson (1951 dalam Paton, 1978), menjelaskan pelarutan Feldspar oleh air sebagai berikut. Pada setiap permukaan kristal Feldspar (tektosilikat) mempunyai muatan neto negatip. Air yang mempunyai dwikutub, maka air pada permukaan kristal itu terorientasi, sedemikian, kutub positip air berhadapan dengan permukaan kristal Feldspar. Hasil orientasi air dengan permukaan kristal itu membentuk selubung yang bermuatan negatip. Lapisan ini pun menarik lagi molekul air tetangganya, maka pada kondisi ini terjadi kelebihan muatan positip yang diagihkan pada permukaan kristal Feldspar. Kelebihan muatan ini diimbangi dengan penetrasi ion H dari air yang terorientasi ke dalam kisi-kisi kristal. Penetrasi ion H masuk ke dalam ruangan yang ditempati oleh K, atau Na, atau Ca. Ion H yang masuk ini bersaing dengan K, atau Na, atau Ca dalam menggunakan atom O untuk membentuk kordinasi. Koordinasi ion H adalah dua, sedangkan K membentuk koordinasi 12. Padahal ikatan antara O dan H lebih kuat daripada ikatan O dengan K, atu Ca atau Na, maka sisa atom oksigen akan saling menolak. Persaingan ini yang menyebabkan goyah dan lepasnya K, atau Ca atau Na dari kisi-kisi Feldspar.
Pada grup orthosilikat juga terjadi peristiwa yang sama, yaitu terjadi persaingan penggunaan atom O dengan kation yang mempunyai energi ikatan lemah Mg atau Fe, sehingga Mg dan Fe dalam olivin adalah ikatan yang paling peka terhadap hidrolisis dan mudah diserang ion H, akibatnya Mg dan Fe terlepas dari satuan tetrahedron-SiO4. Pada piroksen dan Amfibol (inosilikat tungal dan ganda), kation-kation yang menggabungkan antar rantai atau rantai ganda yang paling mudah diserang oleh proton maka kation penghubung itu ikatanya goyah dan kation terlepas dari jaringan kristal. Pada filosilikat yang pada interlayernya terisi K-terkoordinasi 12 adalah paling mudah diserang oleh proton. Pada tektosilikat titik lemah ikatan yang terjadi pada loka penggantian isomorfis yang diimbangi oleh kation K, atau Ca, atau Na, atau Ca dan Na. Tetapi pada kuarsa, (yang tektosilikat yang tidak ada penggantian isomorfis) tidak terdapat kation yang mudah terhidrolisis, maka kuarsa tidak terhidrolisis.
Senyawa kompleks logam–organik oleh senyawa humat dan organik lainnya mempercepat perombakan mineral. Produknya adalah senyawa kompleks (kelat). Bentuk kelat ini erat hubungannya dengan pedogenesis dan kesuburan tanah. Pembentukan senyawa kelat ini dapat mendorong atau mengham-bat perkembangan mineral baru tanah. Tan (1986), melaporkan terjadi pengkris-talan besi dengan adanya kompleks besi-fulfat, sedangkan oleh bentuk humat menjadi Goetit dibantu oleh kompleks Fe-organik. Lineras dan Hewirtas ( 1971), pembentukan kaolinit dibantu oleh sedikit Asam Fulfat. Selain itu Asam Fulfat 5,0 g/L menghambat pembentukan Geotit dan Hematit, tetapi pada konsentrasi rendah AF membantu pembentukan Geotit dan Hematit. Peran pelarutan oleh bahan organik (kompleksolisis) dapat melincahkan kompleks organo-logam yang penting dalam pembentukan horison albik. Pembentukan kelat Al dan Fe fulfat berperan dalam pembentukan horison spodik. Jumlah Al dan Fe rendah, kompleks akan terbentuk pada horison A, sebaliknya jika jumlah Al dan Fe cukup yang dilepas dari pelarutan mineral, kelat yang terbentuk dimobilkan dari horison A ke horison yang lebih dalam. Selain itu komplek organo-logam yang terbentuk berpengaruh pada kesuburan tanah, terutama pada ketersediaan unsur hara mikro. Pengkelatan umumnya terjadi pada unsur mikro. Pada senyawa kelat ini unsur mikro ini tidak tersedia bagi tanaman, tetapi khelat ini dapat dibuat tersedia bagi tanaman melalui reaksi pertukaran kation. Reaksi pertukaran ini tidak bisa dilakukan oleh kation basa, tetapi ditukarkan oleh unsur mikro yang segolongan. Misalnya senyawa khelat ini ada Cu-organik, maka ion penukarnya adalah logam Zn. Akibat pengkelatan proses difusi dan aliran masa unsur hara mikro ke arah akar meningkat dan juga membantu mekanisme pengisian unsur hara di permukaan akar yang terkuras.


4.      KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Ilmu geologi tidak dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu yang berhubungan secara langsung dengan bumi. Geologi mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan bumi, seperti batuan, kegempaan, gunungapi, geologi teknik. Bagi ilmu pertanian, mengenal bebatuan dan mineral merupakan basis untuk memahami lebih lanjut tentang tanah dan proses pembentukannya
2.      Tanah yang merupakan lapisan paling atas bumi (penutup daratan), sebagian besar bahan asalnya adalah batuan yang tersusun oleh mineral. Mineral yang paling banyak menyusun batuan di kerak bumi adalah mineral primer atau disebut mineral pembentuk batuan.
3.      Mineral adalah zat atau benda yang biasanya padat dan homogen dan hasil bentukan alam yang memiliki sifat-sifat _sik dan kimia tertentu serta umumnya berbentuk kristalin.
4.      Batuan terbentuk dalam berbagai kondisi pembentukan. Lingkungan pembentukan batuan dipengaruhi oleh pH, komposisi magma asal (batuan beku), komposisi batuan asal (sedimen dan metamorf), temperatur pembentukan, proses dekomposisi (rekristalisasi, lithifikasi), tekanan, dan waktu.
5.      Mineral silikat membentuk kelompok terbesar dan terpenting dari mineral pembentuk batuan, serta terdiri dari sekitar 90 persen kerak Bumi. Batuan ini dikelompokkan berdasarkan struktur kelompok silikatnya. Semua mineral silikat berisi silikon dan oksigen.
6.      Silikat pembentuk batuan yang umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium.
7.      Silikat mengandung banyak unsur hara esensial bagi tanaman
8.      Degradasi adalah istilah geologi yang menggambarkan tentang perubahan permukaan bumi karena terjadi penyingkiran bahan (mineral batuan) oleh proses fisika, kimiawi, dan biologi. Proses ini termasuk dalam proses eksogenik yang terdiri dari sub-proses pelapukan, erosi dan pergerakan masa.
9.      Proses degradasi mineral silikat terjadi, Apabila air atau air yang mengandung asam dengan mineral silikat dan atau aluminosilikat bercampur maka terjadi reaksi umumnya sebagai berikut :
Silikat + H2O + H2CO3                                   Kation + OH- + HCO3- + H4SiO4 (4)
Aluminisilikat + H2O + H2CO3                lempung + kation + OH- + HCO3- + H4SiO4 (5). Dan pada akhirnya akan tebentuk lempung atau mineral-mineral yang ada dalam larutan tanah. Selain itu komplek organo-logam yang terbentuk berpengaruh pada kesuburan tanah, terutama pada ketersediaan unsur hara mikro. Pengkelatan umumnya terjadi pada unsur mikro

DAFTAR PUSTAKA
Anonym (2011a). tentang mineralogy tanah.

Anonym (2011b). tentang mineralogy tanah dan mineral silikat.
Anonim (2011c). tentang mineral-mineral batuan.

Hibbard, M.J. (2002) Mineralogy: A geologist's point of view. McGraw-Hill,
Boston. 562 h.

Hildebrand, E.E. dan Schack-Kirchner, H., 2000. Initial effects of lime and rock application on soil solution chemistry in a dystric cambisol – results of model experiments. Nutrient Cycling in Agroecosystems 56: 69 – 78.
Manning, D.A.C. (1995) Introduction to Industrial Minerals. Chapman & Hall,
London, h. 72-96.

Syarief, E.S., 2000. Pengaruh abu vulkan terhadap produktivitas tanah pertanian. p.1563 – 1580.  Proseding Kongres Nasional VII HITI, Bandung.

Van Straaten, P. (1999) From rocks to crops: The use of geological resource to improve soils (Agrogeology).

Volk, R.J., Kahn, R.P., dan Weintraub, R.L., 1958. Silicon content of the rice plant as a factor influencing its resistence to infection by blast fungus, Piricularia oryzae. Phytophatology 48: 179 – 659.




Sabtu, 01 Oktober 2011

IDEALISME MAHASISWA

Mahasiswa.
Anak-anak muda yang acap kali demonstrasi di jalan-jalan, membakar ban hingga asapnya membumbung hitam, yang selalu memacetkan jalan-jalan besar hingga pedagang sayur-mayur harus kesiangan dan hilang pembeli, serta sejumlah “embel-embel” lain, menjadi citra negatif mahasiswa saat ini. Tak dapat dipungkiri, realitas telah mengantar kita untuk memahami bahwa, telah terjadi pergeseran sosiologis dinamika kemahasiswaan saat ini dari akar sejarahnya.
Sejarah mencatat betapa heroiknya peran-peran mahasiswa pada beberapa dekade sebelum saat ini. Berbagai rezim di berbagai belahan bumi menjadi “korban” idealisme yang digusung oleh mereka, atas nama kepentingan dan kemashlahatan rakyat banyak.
Di Indonesia, kisah pergantian kekuasaan negara diwarnai oleh gelombang besar gerakan mahasiswa hingga pelosok-pelosok desa, membahana dan memecah keambiguan demokrasi yang sudah dikekang oleh rezim yang berkuasa selama beberapa waktu. Gerakan mahasiswa menjadi cikal gelombang gerakan sosial untuk melawan tirani yang menindas rakyat.
Dalam konteks ini, mahasiswa memegang peranan signifikan dalam rangka mengawal proses-proses demokrasi, tetapi dalam frame yang masih idealistik. Karena memang, mahasiswa masih segar dan sarat dengan idealisme. Persinggungan dengan realitaslah yang kadang mendistorsikan peran-peran strategis mahasiswa, sehingga pada beberapa kasus, kita jumpai pragmatisasi – bahkan jadi kapitalisasi — yang telah merasuk jauh ke dalam norma-norma ideal mahasiswa.
Mahasiswa; Ikhtiar Menjadi Tangan Tuhan
Dalam perspektif sosial, posisi mahasiswa menjadi sangat strategis dan dianggap memiliki peran dalam mewarnai hidup pada level selanjutnya; saat seorang sarjana memasuki dunia masyarakat sesungguhnya. Bermahasiswa seharusnya merupakan proses pengembangan diri secara acak (random), yang diprakarsai oleh kemerdekaan dan kebebasan manusiawi di dalam ruang-ruang interaksinya.
Dunia kemahasiswaan menjadi lebih pas dianalogikan sebagai sebuah aquarium citra diri, dimana di dalamnya terjadi reaksi-reaksi simbolik – tidak sesungguhnya real — yang dibangun atas kerangka idealitas dan kemerdekaan, mengangkat peran-peran sosial secara dominan agar pencitraan menjadi lebih nyata di masyarakat. Secara tidak langsung, predikat mahasiswa menjadikan seseorang, secara sosial “terkondisi” menyesuaikan dirinya dengan asumsi-asumsi publik tentang apa dan bagaimana itu mahasiswa.
Jika mencoba lebih arif memandang keseluruhan proses di dalamnya, proses bermahasiswa menjadi perlu dilalui karena di dalamnya ada konteks pemanusiaan (humanisation). Sebuah proses yang memungkinkan kita mengoptimalkan potensi-potensi fitrawi secara lebih bisa dipertanggungjawabkan, dalam kerangka rasionalitas intelektual.
Berada dalam dunia sendiri menjadikan terbukanya peluang maksimaliasasi daya kritis mahasiswa terhadap realitas eksternal yang menyangkut khalayak banyak. Itulah mengapa banyak alumni perguruan tinggi yang dengan mahsum mengatakan bahwa, idealisme yang mereka agung-agungkan – ketika masih berstatus mahasiswa, menjadi sulit dipertahankan kemurniannya saat harus bersinggungan dengan realitas sebenarnya di masyarakat.
Saya hendak mengatakan bahwa, dunia mahasiswa ibarat dunia yang dipenuhi simbol-simbol ideal, yang dalam proses di dalamnya memungkinkan tumbuhnya perspektif beragam atas simbol-simbol tersebut, hingga pada beberapa terminasi berhasil melahirkan konstruk kesadaran baru.
Spirit yang lahir dari konstruk kesadaran baru ini mengantarkan mahasiswa menjadi entitas yang selalu disandingkan dengan terma : “agent of change”, “social criticus”, dan lain sebagainya istilah. Inilah mahasiswa, kaum intelektual muda yang acap kali harus berbenturan dengan realitas; kekuasaan, kedzaliman, ketidakadilan dan ketidakbenaran. Realitas yang secara lazim menjadi keseharian masyarakat marginal di dunia ini.
Jika mencoba memahami hakekat penciptaan manusia, entitas mahasiswa – dalam perspektif seperti di atas, menjadikan mahasiswa tidak berlebih jika dianggap sebagai pembela masyarakat marginal. Dalam tradisi dan kajian teologis, entitas Tuhan menjadi sering dialamatkan sebagai Tuhannya kaum marginal (miskin)/Robbul Mustadhifin.
Artinya, secara sederhana semua proses pemihakan atas hak-hak kaum marginal menjadi layak disebut sebagai kerja-kerja ketuhanan. Menjadi pelindung mereka, baik dari kedzaliman, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dsb – sebagaimana secara ideal diperankan mahasiswa, pun dapat dianggap sebagai ikhtiar menjadi tangan-tangan Tuhan. Begitu ideal rupa karakter mahasiswa yang selayaknya.
Mahasiswa dan Tradisi Belajar
Semua tempat adalah sekolah dan semua waktu adalah belajar. Demikian kesimpulan provakatif tokoh-tokoh besar demokratisasi pendidikan yang selama ini digaungkan. Menjadi mahasiswa, mengkonsekuensikan proses pembelajaran yang mesti dijalani, sebagai syarat sosial untuk menyandang predikat tersebut. Artinya, bukan mahasiswa kalau tidak belajar!
Dalam sejarah peradaban, proses belajar menjadi rutinitas manusia, baik secara sadar maupun tidak sadar. Terkadang pengetahuan didapatkan secara tidak disengaja, sepintas saat bersinggungan dengan realitas, tetapi kemudian banyak bermanfaat dalam keseharian berikutnya.
Sebagaimana diketahui bahwa, proses belajar adalah upaya untuk mengetahui hal-hal yang belum diketahui; mengerti hal-hal yang belum dimengerti. Maka mendapat pengetahuan juga adalah bagian dari proses belajar, apalagi jika pengetahuan yang diraih bermanfaat secara produktif untuk mendapatkan pengetahuan tambahan berikutnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, belajar sebagai tradisi bermahasiswa, kemudian mengalami pembatasan-pembatasan, khususnya dalam mendefenisikan proses belajar sebagai apa. Formalitas persekolahan dalam penyelenggaran negara kita, menyebabkan program sekolah harus juga diukur dalam takaran-takaran objektif-materiil.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Cheap Web Hosting