tempatnya orang gila

Selasa, 03 Mei 2011

pelilinan buah dan sayur


BAB I    
PENDAHULAUAN

1.1 Latar Belakang
Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda  hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida yang dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya.
1.2 Tujuan Praktikum
       Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara pelilinan buah jeruk yang secara kontrol,  ditetesi dengan lilin dan ada yang dibungkus serta disolasi.
1.3 Rumusan Masalah
1.       Mengindentifikasi bagaimana perubahan terjadi pada buah jeruk dengan kontrol
2.      Mengindentifikasi bagaimana perubahan terjadi pada buah jeruk dengan lilin
3.      Mengindentifikasi bagaimana perubahan terjadi pada buah jeruk dengan lilin serta disolasi
4.      Mengindentifikasi bagaimana perubahan terjadi pada buah jeruk disolasi.








II. TINJUAN PUSTAKA

2.1      Komoditi Buah Jeruk
Jeruk merupakan tanaman asli (indigenous) dari benua Asia khususnya dari India sampai Cina. Banyak spesies jeruk yang telah dibudidayakan di daerah subtropik. Jeruk dan kerabatnya termasuk ke dalam famili Rutaceae yang meliputi banyak genera (Roy dan Goldschmidt 1996). Pada dasarnya, jeruk dapat dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan manfaatnya, yaitu: 1. Primitif, yang belum dimanfaatkan, 2. Kerabat dekat jeruk yang sebagian telah dimanfaatkan, dan 3. Jeruk yang sebenarnya, yaitu yang telah dimanfaatkan dan dibudidayakan. Jeruk mempunyai 6 genera yaitu: 1) Citrus, 2) Microcitrus, 3) Fortunella, 4) Poncirus, 5) Cymenia, dan 6) Eremocitrus. Semua genera tersebut mempunyai daun tunggal, kecuali Poncirus yang mempunyai daun majemuk (trifoliate). 
Buah jeruk umumnya digemari oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Jeruk merupakan sumber vitamin C yang baik, mengandung 50 mg/100 ml sari buah, serta vitamin A dan protein (Lelly 2004). Sejauh ini ketersediaan buah jeruk di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan. Konsumsi buah jeruk pada tahun 2001 hanya 3,8 kg/kapita/tahun. Rendahnya konsumsi antara lain disebabkan oleh rendahnya produksi jeruk di Indonesia (Soeroto 2003). Permasalahan dalam agribisnis jeruk di Indonesia antara lain adalah serangan penyakit terutama citrus vein phloem degeneration (CVPD) yang disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticum (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1999).
2.2 TEKNIK PELILINAN
Pelapisan dengan lilin pada buah dan sayuran telah dilakukan sejak tahun 1920. Dimana bahan dari lilin tersebut terbuat bukan dari proses kimiawi melainkan dari bahan alami seperti Carnauba Wax, daun Palem Brasil, Candellia Wax, dari tanaman sejenis Euphorbia, Shellac jenis food grade yang terbuat dari sejenis kumbang di India dan Pakistan. Di Amerika bahan lilin tersebut harus disertifikasi keamananan (untuk dikonsumsi) oleh badan yang khusus mengurusi konsumsi yaitu FDA (Food and Drug Administration).
Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika, seperti dikutip dari Go Ask Alice, Senin (8/2/2010), lapisan lilin yang banyak dipakai pada buah-buahan berasal dari bahan alami (non petroleum-based) dan aman dipakai untuk semua jenis makanan.
Menurut Pantastico (1986), pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan sehingga dapat memperlambat kelayuan karena lapisan lilin menutupi sebagian stomata (pori-pori) buah-buahan dan sayur-sayuran, mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi, dan menutupi luka-luka goresan kecil pada buah.
 Pelapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah dan menjadikan produk dapat lebih lama diterima oleh konsumen.
Namun demikian pelapisan lilin tidak dapat mengatasi kebusukan, untuk lilin sering dikombinasikan dengan fungisida dan bakterisida. Berbagai jenis fungisida atau bakterisida dapat digunakan untuk mengendalikan pembusukan pada buah selama penyimpanan, salah satunya adalah Benlate 50. Benlate termasuk kelompok fungisida benzimidazoles dengan nama umum Benomil dan merupakan fungisida yang aman untuk digunakan (Juran, 1971). Menurut Chiang (1973) dan Eckert (1996), pertumbuhan jamur pada buah yang disimpan akan mempercepat kerusakan buah, meningkatkan proses respirasi pada buah sehingga proses degradasi senyawa-senyawa makromolekul menjadi mikromolekul dan molekul-molekul terlarut menjadi cepat. Penggunaan Benlate sangat efektif menekan pertumbuhan jamur selama penyimpanan buah sehingga kerusakan buah akibat pertumbuhan jamur dapat ditekan. Dengan demikian proses respirasi berjalan lambat sehingga proses degradasi makromolekul juga lambat. Hal ini mengakibatkan kehilangan bobot buah menjadi kecil, perubahan warna berjalan lambat, total padatan terlarut menjadi sedikit serta kadar vitamin C dapat dipertahankan karena proses oksidasi.
Menurut Eckert (1996), penggunaan Benlate dengan konsentrasi rendah tidak mempengaruhi rasa dan sekaligus dapat berfungsi sebagai bahan anti bopeng sehingga penampakan buah lebih baik. Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-pori komoditi akan tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan yang normal (Roosmani, 1975). Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30 detik) atau pengolesan (Pantastico, 1986).
Menurut Pantastico (1996), pelilinan dapat mencegah kehilangan air 30 – 50 % dari kondisi umum. Dengan konsentrasi lilin yang semakin tinggi menutupi permukaan buah maka kehilangan air akibat transpirasi dapat dicegah sehingga persentase susut bobot kecil. Semakin tinggi konsentrasi lilin mengakibatkan semakin kecilnya rongga udara sehingga proses respirasi dan oksidasi semakin lambat dan proses degradasi klorofil terhambat, dengan demikian perubahan warna buah semakin lambat.
Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), usaha yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju respirasi dan transpirasi antara lain dengan penggunaan suhu rendah (pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan kimia secara eksogen, pelapisan lilin, dan edible coating. Pelapisan lilin (Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan yang sudah dikenal sejak abad XII.
Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan. Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.
Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol (Bennett, 1964). Lilin lebah merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifusi sisir madunya dapat digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981). Lilin lebah pada umumnya digunakan sebagai bahan kosmetik, bahan pembuat lilin bakar, dan industri pemeliharaan. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat, titik cairnya 62.8-70 oC dan bobot jenisnya 0.952-0.975 kg/m3. Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah didapat dan murah (Bernett, 1964). Lilin karnauba merupakan lilin yang didapat dari pohon palem (Copernica Cerifera). Sedangkan lilin spermaceti adalah lilin yang didapat dari kepala ikan paus (Phesester macrocephalus). Lilin ini banyak digunakan dalam industri obat dan kosmetik (Bernett, 1964 dalam Pantastico 1986).
Menurut Dominica (1998) diketahui bahwa kombinasi perlakuan suhu dingin (15-18 oC) dapat memperpanjang umur simpan buah selama 7 hari. Salah satu contohnya adalah jeruk pacitan, kesegaran buah dapat dipertahankan dengan pemberian lapisan lilin 6% setelah disimpan pada suhu rendah (Nainggolan, 1992).
Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, murah harganya, dan yang terpenting tidak bersifat racun (Roosmani, 1975).
Cara Pelapisan lilin untuk buah-buahan
Setelah buah dipanen, buah disortir dengan baik dengan kematangan yang seragam, kemudian buah dicuci dengan air bersih, dibersihkan dengan cara disikat untuk membuang segala kotoran yang menempel pada kulitnya dimana tentu proses ini akan menghilangkan lapisan lilin natural tersebut dan ditiriskan. Kemudian buah dicelupkan ke dalam larutan lilin benlate dengan konsentrasi tertentu selama 1 menit, lalu ditiriskan kembali. Selanjutnya buah dicelupkan kedalam emulsi lilin selama 30 detik, ditiriskan dan diangin-anginkan agar cepat kering dan pelapisan merata. Lilin yang digunakan untuk memoles sekitar setengah kilogram dan dapat digunakan untuk memoles sampai sekitar 160.000 buah atau sekitar 2 tetes lilin sudah cukup untuk melapisi 1 buah.
III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1  Waktu dan Tempat
             Praktikum Pellinan Buah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 23 April 2011, pukul 03.00 WITA sampai selesai, di laboratorium I Budidaya  Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2  Alat dan Bahan
    Praktikum  Pelilinan buah yang digunakan  adalah timbangan, korek, kantong plstik,  plastic, lilin, dan solasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah jeruk.
3.3 Prosedur Percobaan
Setelah buah dipanen, buah disortir dengan baik dengan kematangan yang seragam, kemudian buah dicuci dengan air bersih, dibersihkan dengan cara disikat untuk membuang segala kotoran yang menempel pada kulitnya dimana tentu proses ini akan menghilangkan lapisan lilin natural tersebut dan ditiriskan.  Kemudian buah ditimbang serata dicelupkan ke dalam larutan lilin benlate dengan konsentrasi tertentu selama 1 menit, lalu ditiriskan kembali. Selanjutnya buah dicelupkan kedalam emulsi lilin selama 30 detik, ditiriskan dan diangin-anginkan agar cepat kering dan pelapisan merata.  Kemudian dengan pelilinan yang sudah pada buah jeruk dibungkus lagi dengan isolasi, Selanjutnya adapun Buah jeruk yang dengan perlakuan control, artinya dibiarkan saja. Kemudian dengan ada buah jeruk dibungkus isolasi tanpa perlakuan pelilinan. Selanjutnya diamati selama 4 hari perubahan apa-apa yang terjadi pada buah jeruk (warna, tekstur, berat, dan penampakan).














IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
NO
JENIS PERLAKUAN
HARI PENGAMATAN
BERAT
WARNA BUAH
TEKSTUR
1
KONTROL
MINGGU 1
130 GRAM
KUNING kehijauan
MINGGU 2
130 GRAM
KUNING
MINGGU 3
128 GRAM
KUNING KEHITAMAN
MINGGU 4
125 GRAM
KUNING KEHITAMAN
2
PELILINAN
BERAT
WARNA BUAH
TEKSTUR
MINGGU 1
140 GRAM
KUNING kehijauan
MINGGU 2
140 GRAM
KUNING
MINGGU 3
135 GRAM
KUNING KEHITAMAN
MINGGU 4
135 GRAM
KUNING KEHITAMAN
3
SOLASI
BERAT
WARNA BUAH
TEKSTUR
MINGGU 1
130 GRAM
KUNING kehijauan
MINGGU 2
130 GRAM
KUNING
MINGGU 3
125 GRAM
KUNING KEHITAMAN
MINGGU 4
124 GRAM
KUNING KEHITAMAN
4
PELILINAN  DAN
BERAT
WARNA BUAH
TEKSTUR
SOLASI
MINGGU 1
145 GRAM
KUNING kehijauan
MINGGU 2
145 GRAM
KUNING
MINGGU 3
144 GRAM
KUNING KEHITAMAN
MINGGU 4
143 GRAM
KUNING KEHITAMAN
Sumber : Data primer tahun 2011
4.2 Pembahasan
            Pada percobaan pelilinan jeruk pada perlakuan control, pelilinan, pelilinan dan solasi serta solasi yang memiliki berat awal rata-rata 135 gram  dan berat akhir rata 125. Hal ini kita ketahui bahwa ada penurunan berat bobot setiap perlakuan karena ada penyusutan terhadap buah yang ada glukosa  didalamnya dirombak secra biologis.  Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) yang menyatakan bahwa buah yang berukuran kecil akan memiliki bobot yang kecil pula sebaliknya apabila buah memiliki ukuran besar maka bobotnya akan besar pula.  
            Sedangkan pada perubahan warna buah terjadi rata-rata mulai dari kuning ke kuning kehitam-hitam. Buah ini sudah ditandai dengan pematangan fisiologis yang  penuh,  dengan respirasi sudah mencapai pucak. Pada tekstur buah 
Pelapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) yang menyatakan bahwa Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah dan menjadikan produk dapat lebih lama diterima oleh konsumen.
Pelapisan lilin tidak dapat mengatasi kebusukan, untuk lilin sering dikombinasikan dengan fungisida dan bakterisida. Hal ini sesuai dengan pendapat Dominica (1998) yang menyatakan bahwa Berbagai jenis fungisida atau bakterisida dapat digunakan untuk mengendalikan pembusukan pada buah selama penyimpanan, salah satunya adalah Benlate 50.
Kombinasi perlakuan suhu dingin (15-18 oC) dapat memperpanjang umur simpan buah selama 7 hari. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa Nainggolan (1992)Salah satu contohnya adalah jeruk pacitan, kesegaran buah dapat dipertahankan dengan pemberian lapisan lilin 6% setelah disimpan pada suhu rendah
Menurut Roosmani, (1975) yang menyatakan bahwa Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, murah harganya, dan yang terpenting tidak bersifat racun.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pelilinan buah jeruk   yang dilakukan, maka kita dapat menyimpulkan bahwa :
1)    Pelilinan jeruk pada perlakuan control, pelilinan, pelilinan dan solasi serta solasi yang memiliki berat awal rata-rata 135 gram  dan berat akhir rata 125.
2)   Pelapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan.
3)   Pelapisan lilin tidak dapat mengatasi kebusukan, untuk lilin sering dikombinasikan dengan fungisida dan bakterisida.  
4)   Kombinasi perlakuan suhu dingin (15-18 oC) dapat memperpanjang umur simpan buah selama 7 hari.
5)   Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, murah harganya, dan yang terpenting tidak bersifat racun.
5.2 Saran
            Sebaiknya pihak laboratorium menyediakan alat yang lebih banyak agar praktikan tidak antri dalam melakukan praktikum dan juga agar menyiapkan metode dan alat-alat yang lebih canggih.









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/index.php/berita/56. (diakses pada taggal 10 April 2011)
Anonim. 2011. http://www.scribd.com/doc/15249569/Profil-komoditas-jeruk. (diakses pada taggal 10 April 2011)
Cahyono, Bambang. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya jeruk. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Harjadi, 1989.  Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.
Roy dan Goldschmidt 1996. Cara Meningkatkan Budidaya Jeruk. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Sunarjono,dkk 2005. Penanganan pasca Panen. Pustaka Jaya. Yogyakarta.



           

           

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Cheap Web Hosting